Jumat, 27 Juli 2012

Menulis yang Menyembuhkan


Tahun 2007, sesudah Pilkada DKI Jakarta, aku mulai mencoba menuliskan apa saja yang ingin kutuliskan ke dalam sebuah blog. Aku sendiri mengetahui bagaimana cara membuat dan menulis di media tersebut dari sebuah majalah komputer yang kubeli di toko buku. Memang, saat itu tulisan-tulisanku masih kaku dan bahasanya belum mengalir sehingga kurang bisa dinikmati pembacanya. Namun, aku tidak menyerah dan tetap menulis dan menulis. Tulisanku mengalami kemajuan pada tahun 2009 karena pengalaman pribadi yang kualami. Bukan pengalaman yang menyenangkan meamng, namun dari sanalah kutemukan passion-ku pada dunia tulis menulis. Setiap kali berhasil menyelesaikan satu tulisan, kurasakan adanya kesembuhan dalam diriku. Ada perasaan lega seakan beban di pundak terlepaskan dan kebahagiaan bisa berbagi dengan orang lain. Semoga semua menjadi bagian dari amal shalehku dan sebagai bekal di kehidupan abadi nanti.

Dalam beberapa tulisanku, kuceritakan kisah-kisah penyembuhan yang kulakukan semampuku sebagai seorang manusia yang lemah dan tiada daya upaya melainkan atas perkenan dan izinNya. Aku memang memiliki semacam passion untuk melakukan penyembuhan walau aku bukan orang yang secara khusus belajar di bidang kesehatan dan kedokteran. Aku hanya mengandalkan teknik EFT dan Quantum Touch yang pernah kupelajari, baik dari training ataupun dari sesama relawan. Walaupun demikian, sudah cukup banyak orang yang terbantu oleh kemampuanku itu, walaupun tidak semua memberi hasil yang memuaskan. Dalam suatu event pendidikan untuk anak-anak dhuafa, aku pernah menterapi lebih dari 10 orang anak. Saat mengikuti event tersebut, cukup banyak anak yang sakit dan memerlukan pertolongan agar bisa sembuh. Pernah pula seorang anak tetangga tangannya bengkak entah karena apa, kucoba terapi dengan teknik Quantum Touch yang kupelajari dari sesama relawan saat bertugas di Padang ketika terjadi gempa besar tahun 2009 lalu. Beberapa kegiatan baksos penyembuhan non medis yang pernah kuikuti juga pernah kuceritakan di blogku. 



Selain sharing tentang penyembuhan, aku juga suka menulis untuk membagi teknik - teknik dan metode penyembuhan yang kuketahui. Walaupun belum layak disebut trainer karean pengalamanku yang masih minim, aku tetap menuliskan teknik dan metode tersebut. Harapanku, makin banyak orang yang bisa mempelajari penyembuhan alami teresebut sehingga tidak terlalu tergantung pada penyembuhan medis yang mahal dan punya banyak efek samping yang kurang baik bagi kesehatan. Richard Gordon, pendiri Quantum Touch, pernah mengatakan dalam bukunya yang berjudul Quantum Touch,  "All healing is Self Healing (semua penyembuhan adalah penyembuhan oleh diri sendiri)'. Diri kitalah yang seharusnya menjadi "penyembuh" bagi kita, bukan dokter, perawat, tabib atau yang lainnya. Dengan tidak menafikan bantuan dan dukungan pihak lain, kesehatan dan penyembuhan kita hendaknya menjadi tanggung jawab kita sendiri. Perjalanan mempelajari dan mempraktekkan energy healing mungkin bukan hal yang mudah.  Saya pun masih terus belajar.  Namun, saya percaya bahwa hadiah yang paling membahagiakan bagi seorang healing facilitator adalah kebahagiaan yang terpancar orang yang dia bantu untuk sembuh. Sungguh sebuah pengalaman yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata seindah apapun.


Sebagai seorang yang awam terhadap spesifikasi teknis komputer, tentu aku tidak tahu banyak tentang kandungan teknis dari Sony VAIO E14P Calm & Independent. Namun, warna putih dengan semburat biru yang menenangkan tentu cocok untuk siapa pun yang mencintai kegiatan yang bermanfaat dan menyembuhkan seperti menulis. Warna tersebut mengingatkan siapapun yang melihatnya pada awan-awan putih di langit yang biru yang menyiratkan harapan dan impian. Sebagaimana impian dan harapanku membantu menyembuhkan sebanyak mungkin orang melalui tulisan dan penyembuhan.

tulisan ini diikutkan dalam lomba BecauseIt’sMe yang diselenggarakan femaledaily

Sabtu, 14 Juli 2012

Berjilbab Tapi Kok Merokok?

Salah satu fenomena yang sangat memperihatinkan saat ini adalah semakin banyaknya kaum perempuan yang merokok. Bahkan, menurut situs tempo.co, jumlah perokok perempuan meningkat empat kali lipat pada rentang waktu 1995-2007. Tahun 2007, ada 4,8 juta perempuan perokok dari yang sebelumnya hanya 1,1 juta perokok pada tahun 1995. Dari banyak perempuan yang merokok itu, bukan tidak mungkin ada yang sudah menutup auratnya. Namun, mereka yang sudah menutup aurat itu belum mampu menghentikan kecanduannya merokok. Sehingga, akhirnya kita pun menyaksikan sebuah tabrakan kepentingan antara yang baik dan yang buruk. Jilbab tetap dikenakan dan rokok pun tetap dihisap dan asapnya tetap dihembuskan.

Sebelum terjadi polemik berkepanjangan, mari sama-sama kita dudukkan persoalan ini pada tempatnya. Banyak orang yang mengganggap bahwa para perempuan berjilbab itu tingkat kesuciannya sudah setingkat di bawah malaikat bersayap atau para bidadari dalam surga. Sehingga, banyak diantara mereka yang terkejut ketika menyaksikan ada perempuan berjilbab yang melakukan hal-hal yang kurang baik seperti merokok. Anggapan itu pula yang membuat banyak muslimah enggan berjilbab karena merasa diri belum cukup "suci" untuk melakukan kewajiban itu. "Sebaiknya saya menjilbabi hati saya dulu deh" demikian kata sebagian dari mereka.

Jilbab, hijab dan menutup aurat adalah kewajiban bagi kaum muslimah. Hijab adalah bagian dari syariat Islam yang harus dilaksanakan oleh para penganut agama tersebut. Hijab adalah masalah lahiriah yang dapat dilihat dengan mata kepala manusia. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” demikian firman Allah SWT dalam QS. Al Ahzab: 59. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, dikisahkan bahwasanya Asma` binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah SAW berpaling seraya bersabda : "Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini (Rasulullah menunjuk muka dan telapak tangan)." (HR. Abu Dawud)

Adapun hati atau qolbu adalah masalah batin yang tidak tercapai oleh mata kepala manusia. hanya Allah SWT dan manusia itu sendirilah yang tahu isi hatinya. Bahkan, yang mampu membolak balik hati hanya Allah SWT, bukan manusia itu sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya semua hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman (Allah Ta’ala), seperti hati yang satu, yang Dia akan membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Wahai Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), palingkanlah hati kami untuk (selalu) taat kepada-Mu" Hadits Sahih Riwayat Muslim (no. 2654). Allah SWT hanya akan meneguhkan hati mereka yang rajin menyucikan jiwanya melalui proses tazkiyatun nafs dan yang sungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan syariatNya dalam kehidupan. Termasuk di dalam pengamalan syariat itu adalah dengan berhijab dan menutup aurat. Sehingga, amat sangat mungkin terjadi adanya muslimah yang sudah berhijab atau berjilbab namun masih suka merokok atau melakukan hal-hal yang kurang baik lainnya. Semua itu memang manusiawi namun bukan berarti tidak perlu diperbaiki.

Maka, bisa jadi ada seorang muslimah yang sebelum berhijab sudah merokok. Dia bisa saja merokok untuk mengalihkan perhatiannya dari persoalan hidup sehari-hari atau karena pergaulan. Saat sudah berhijab, bukan lantas dia otomatis bisa meninggalkan kecanduan merokoknya. Orang itu masih harus mengatasi kecanduan tersebut, bisa dengan konseling, terapi-terapi tertentu seperti EFT (Emotional Freedom Technique) atau dengan memaksa diri untuk tidak merokok. Belum lagi masalah-maasalah psikologis lainnya yang juga harus diselesaikan, yang mendorong orang itu menjadi perokok. Namun yang jelas, sambil berusaha mengatasi semua masalah tersebut, si muslimah tetap bisa dan tetap harus berhijab untuk menutup auratnya sesuai tuntunan syariah. Tidak perlu menunggu sampai semua masalah teratasi baru berhijab karena hidup itu sendiri kumpulan persoalan dan masalah. 
 
Manusia adalah makhluk yang kompleks karena meliputi tubuh, jiwa dan pikiran. Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa dan kesalahan. Manusia yang baik adalah manusia yang penuh dosa dan banyak berbuat salah namun bersedia memperbaiki semua kesalahan tersebut semaksimal mungkin. Jilbab dan simbol-simbol keagamaan yang dikenakan seseorang hendaknya dijadikan sebagai bagian dari motivasi untuk memperbaiki dirinya. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu"; maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" [QS. Ali Imran: 193].


Semoga bermanfaat


Related Links

Jilbab Lebih Menjaga Dirimu


Kebebasan Wanita Jilid 1

Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT

Rabu, 23 Mei 2012

[Sosial] Bon Kosong dan Kerentanan Sosial

Sebut saja namanya Udin.  Seorang pemuda yang hanya lulusan SMP ini beruntung mendapat pekerjaan sebagai seorang office boy di sebuah kantor.  Salah satu tugas Udin adalah memfotokopi berkas-berkas dari kantor.  Memang, selain gaji bulanan, Udin juga dapat uang makan dan tunjangan lainnya walau tidak terlalu besar.  Namun, karena banyaknya dokumen yang harus difotocopy, Udin kadang terpaksa menggunakan uangnya sendiri terlebih dahulu untuk membayar biaya fotokopi untuk kemudian ditagihkan ke bagian keuangan di kantornya.  Untuk bisa mendapat penggantian itu, Udin harus memberikan bukti berupa bon dari kios fotokopi langganan kantor.  Namun, karena pengaruh lingkungan yang kurang baik dan kecanduannya akan rokok, Udin mulai berbuat curang.  Saat melaksanakan tugasnya untuk memfotocopi dokumen-dokumen kantor, dia meminta pada operator dibuatkan bon kosong. Bon itu dia isi sendiri agar ada uang lebih yang bisa dia kantongi.  Udin memang seorang sudah lama menjadi seorang perokok sehingga dengan uang mark-up itu dia bisa membeli rokok tanpa harus mengurangi gaji dan uang makan. Manipulasi tersebut berlangsung lancar dalam waktu cukup lama. Namun, seperti kata pepatah sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, terjadilah sesuatu yang ada di luar perhitungan Udin.  Ibu Ani, kepala bagian keuangan di kantor tersebut, menemukan sebuah bon kosong yang benar-benar kosong.  Tidak ada sedikitpun angka yang tertera di sana.  Karena curiga, Ibu Ani pun memanggil Udin dan menanyakan perihal bon kosong itu.  Udin tidak bisa mengelak dan terpaksa mengakui perbuatannya. Udin pun dipecat dari pekerjaannya dan sampai sekarang dia masih menganggur.  Ijazahnya yang hanya sampai SMP dan kredibiltasnya yang sudah tercoreng gara-gara markup bon kosong yang dilakukannya membuat Udin kesulitan mendapatkan pekerjaan baru.

Lain lagi dengan Raihan. PEmuda yang sudah lama menganggur itu suatu saat melihat pengumuman penerimaan pegawai di salah satu warnet yang menjadi langganannya.  Raihan pun menemui pemilik warnet dan mengatakan ingin bekerja di sana.  Setelah diwawancarai dan diuji kemampuannya mengoperasikan komputer, Raihan pun diterima di sana.  Memang, mula-mula Raihan merasa enjoy bekerja di sana walaupun pekerjaannya tidak terlalu bergengsi. Yang penting kantongnya terisi uang lagi walau tidak terllau tebal. Namun sayang seribu sayang, setelah beberapa lama bekerja, Raihan mulai merasakan adanya sesuatu yagn tidak beres.  BAnyak para pelanggan yang meminta dibuatkan bon kosong.  Termasuk orang-orang yang bekarja di sebuah proyek Superblok yang sedang berlangsung di dekat warnet tempat Raihan bekerja.  Raihan memang dapat memahami bahwa para pekerja tersebut mengganggap meminta dibuatkan bon kosong bukanlah kejahatan serius.  Toh para pemilik modal di Mega Proyek Superblok itu masih punya banyak uang, begitu pikir mereka.  Namun, yang paling menyiksa batin Raihan adalah rasa berdosa yang timbul setiap kali dia terpaksa melakukan hal buruk tersebut.

Sebagai seorang pemuda yang cukup memahami ajaran agamanya yaitu Islam, Raihan tahu bahwa memberikan kesaksian palsu, termasuk dalam bentuk bon kosong, adalah dosa besar.  Tidak peduli apakah selisih antara jumlah uang yang tertera dalam bon tersebut dan jumlah sebenarnya sedikit atau banyak.  Apakah selisihnya hanya 5000 rupiah atau 5 juta rupiah, keduanya sama-sama dosa besar.  Memang, kadang Raihan berhasil menolak membuatkan bon kosong itu walaupun dengan perjuangan yang alot, namun terkadang dia gagal.  Dengan berat hati, dia pun terpaksa menandatangani sebagian bon kosong tersebut, apalagi saat si klien sudah mengancam.  Akhirnya, dengan berat hati Raihan pun menemui pemilik warnet dan mengundurkan diri dari pekerjaannya.  Raihan pun kini terpaksa kembali mengisi hari harinya dengan perjuangan mencari pekerjaan yang sesuai.

Kedua ilustrasi di atas menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ini masih budaya meremehkan hal-hal buruk yang dianggap kecil.  Kita seringkali lupa bahwa bencana dan kerusakan besar selalu dimulai dari hal-hal yang kecil.  Pak Ahyudin, presiden Aksi Cepat Tanggap, sebuah lembaga sosial yang biasa menangani bencana-bencana yang terjadi di Indonesia, mengatakan bahwa bencana sebesar apapun berawal dari kerentanan, baik kerentanan alam ataupun kerentanan sosial. Jika kerentanan-kerentanan itu dianggap remeh dan tidak segera diatasi, bencana dan kerusakan yang lebih besar akan menanti.  Korupsi kecil-kecilan dengan modus bon kosong seperti pada beberapa ilustrasi di atas adalah contoh kerentanan sosial yang seringkali diremehkan.  Kejahatan seperti itu pada akhirnya membawa bencana kepada si pelaku dan orang-orang yang dekat dengannya.  Ada pula yang akhirnya dipecat dan ada pula yang mengundurkan diri karena tidak tahan menahan rasa sakit hati dan perasaan berdosa yang dalam. Banyak pula yang terjerumus ke dalam dunia hitam kejahatan karena sudah terlalu sakit hati, frustasi dan putus asa. 

Budaya korupsi memang sudah menjangkiti negeri ini sampai ke tingkat strata sosial terendah.  Jika seorang office boy saja bisa melakukan korupsi dan manipulasi dengan modus bon kosong seperti pada kisah-kisah di atas, apalagi yang tingkatnya lebih tinggi. Jika seorang office boy bisa memanipulasi tagihan dengan segala cara, termasuk dengan bon kosong, maka seoerang pejabat tinggi bisa lebih leluasa lagi melakukan kejahatan seperti itu.  Hanya dengan coretan tanda tangannya, proyek yang sebenarnya bermasalah atau diragukan urgensinya untuk kepentingan masyarakat bisa lolos dan dilaksanakan.  Akibatnya, beban keuangan yang ditanggung negara makin berat, rakyat makin banyak yang miskin dan kerentanan sosial yang berpotensi menimbulkan bencana makin meluas. Sudah saatnya masyarakat bangkit dan melawan budaya korup, markup dan bon kosong seperti yang terjadi selama ini agar tidak menimbulkan bencana-bencana yang besar dan menimbulkan kerugian berat di kemudian hari.

Semoga bermanfaat

Referensi:

Tarbiyah Finansial, Dwi Swiknyo, Diva Press
Pemimpin Negeri Bencana 




Dipersembahkan oleh Distromuslim dot net

Minggu, 15 April 2012

[Sosial] Generasi Instant Pemuja Kesenangan

"Kita usahakan agar mereka tidak merasa terjajah, baik secara pemikiran maupun tingkah laku.  Sehingga, satu saaat mereka akan sadar uang dan sadar waktu"  demikian kata seorang pengurus Komunitas Anak Langit di Tangerang saat diliput oleh sebuah stasiun TV Swasta.  Komunitas ini memperhatikan dan mengurusi anak-anak jalanan di daerah Tangerang dan sekitarnya.  Mereka bermarkas di bantaran kali Cisadane, dalam bangunan kayu nan sederhana.  Kata-kata yang diucapkan kakak pengurus komunitas tersebut mengingatkan kita pada anak-anak yang seringkali menyambangi warnet-warnet yang ada games online-nya.  Games online seperti Ragnarok, Cross Fire, Counter Strike, Point Blank, Audition Ayodance, Warcraft III dan sebagainya memang sangat digemari oleh anak-anak SD dan SMP, bahkan SMA.  Bahkan ada diantara mereka yang hampir setiap hari menyambangi warnet-warnet tersebut untuk bermain.   Sampai para operator, termasuk yang belum lama bekerja di warnet-warnet itu, bisa segera hafal nama, muka dan karakter mereka.  Tidak tanggung-tanggung pula, terkadang ada diantara mereka yang bisa menghabiskan waktu antara 3 sampai 5 jam sekali main.  Seakan-akan, permainan-permainan online itu telah menjadi kebutuhan paling utama dalam hidup mereka. 

Anak-anak itu seakan tidak sabar dan sulit menahan hasrat untuk segera memainkan permainan virtual yang ada di computer-computer tersebut.  Mereka terkadang datang masih dengan pakaian seragam sekolah.  Seakan ada deep and powerfull sense of urgency dalam diri mereka untuk segera melarutkan diri ke dalam "dunia lain" yang ada dalam komputer-komputer tersebut.  Apabila belum kebagian giliran main, mereka terus menerus bertanya pada operator kapan komputer nomor sekian dan sekian selesai.  Tidak peduli apakah si operator sedang senggang sehingga mudah mengecek computer tertentu atau sedang sangat sibuk melayani klien lain yang minta print out dan sebagainya.  Seakan tidak ada sedikitpun tenggang rasa pada operator yang sedang kerepotan dengan permintaan klien warnet yang lain.  Entah apakah yang seperti itu sudah sampai ke tingkat yang sama dengan “sakaw" karena ketagihan narkotika atau belum. 

Keluarga dan sekolah bahkan kegiatan ibadah keagamaan serta hal-hal lain yang sesungguhnya lebih bermanfaat seakan-akan tidak menjadi prioritas dalam kehidupan mereka.  Ada yang pagi sebelum masuk sekolah siang sudah tenggelam dalam permainan itu dan sorenya balik lagi ke warnet untuk main lagi.  Ada juga yang sampai bolos dan lebih memilih main games online daripada belajar di sekolah.  Ada pula yang malah main beberapa jam padahal sudah hampir masuk waktu sholat yang relative singkat seperti Maghrib.  Sudah hampir dipastikan, waktu sholat saat itu akan terlewatkan.  Yang lebih menyedihkan lagi, terlewatnya waktu sholat wajib itu seakan akan dilalui tanpa ada rasa berdosa atau bersalah sedikitpun.  Yang penting bagi mereka, main games online jalan terus.  Terkadang, ada orang tua yang bahkan sampai menelepon atau mendatangi warnet-warnet tersebut untuk mencari anaknya. 

Yang tidak kalah memperihatinkan adalah adalah tingkah laku dan akhlak mereka.  Entah apakah kekasaran itu karena games-games online yang sebagiannya penuh kekerasan itu atau lebih karena pengaruh lingkungan.  Anak anak itu seakan belum puas kalau belum membodoh-bodohi teman-teman mereka.  Kata-kata kasar seperti (maaf) dongo, bego, goblok dan yang serupa dilontarkan tanpa ada beban moral sama sekali.  Nama-nama penghuni kebon binatang dan nama benda yang (maaf) dibuang orang sebagai sisa metabolisme tubuh seringkali pula terlontar dari mulut kecil mereka.  Semua itu seakan terlontar tanpa beban sama sekali.  Bahkan terkadang ada juga yang sampai berkelahi di dalam atau sekitar warnet.

Bercermin dari refleksi yang dikemukakan kakak pengurus komunitas Anak Langit di awal tulisan ini, anak-anak penggemar game online itu sangat mungkin termasuk mereka yang terjajah baik secara pemikiran maupun tingkah laku.  Mereka bisa jadi termasuk yang terintimidasi baik oleh anak yang lebih besar atau bahkan orang dewasa.  Mereka pun sangat mungkin terintimidasi oleh prestasi akademik mereka sendiri, pada nilai-nilai yang mereka dapatkan di sekolah.  Tentu sulit bagi kita mengharapkan mereka akan mampu berkonsentrasi dan menyerap pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah.  Sangat mungkin saat berada di kelas, pikiran dan jiwa mereka justru terpatri di warnet.  Mereka mungkin lebih memikirkan bagaimana agar bisa memenangkan permainan-permainan elektronik itu daripada berkonsentrasi dan menyimak pelajaran di sekolah. 

Hal itu bisa menyebabkan terjadinya vicious circle atau lingkaran setan yang tidak berkesudahan.  Saat prestasi akademis mereka menurun, mereka pun semakin merasa tertekan baik oleh sekolah, keluarga maupun masyarakat.  Dan pelarian dari ketidaknyamanan emosional akibat perasaan terjajah itu apa lagi jika bukan permainan games online yang biasa mereka mainkan.  Saat bermain itulah mereka merasakan kelegaan sesaat dari berbagai tekanan.  Baik yang timbul tuntutan atas prestasi akademik atau dari berbagai intimidasi mereka yang lebih dewasa.  Dalam dunia yang "lain" itu mereka dapat menjadi tentara-tentara yang gagah dengan senjata mematikan di tangan.  Kehidupan sehari-hari, yang mungkin kurang menyenangkan bagi mereka, terlupakan sudah saat tenggelam dalam permainan itu.  Mungkin hanya di "dunia lain" itulah mereka merasa dipahami, dihargai dan diberi cukup apresiasi. 

Steven Covey, penulis buku laris The 7 Habits of Highly Effective People dan The 8th Habit, menyatakan bahwa kebutuhan jiwa untuk dipahami secara empatik sama pentingnya seperti oksigen bagi tubuh manusia.  Arvan Pradiyansyah, penulis buku You are not Alone dan beberapa buku laris lainnya, mengatakan bahwa kebutuhan emosional tertinggi manusia adalah dipahami.  Anak-anak yang merasa terjajah dan terintimidasi, yang tidak merasa dipahami dengan baik dan tidak cukup dihargai akan mencari pelarian dan pelampiasan.  Salah satu bentuk pelampiasan itu adalah dengan bermain games online.   

Anak anak adalah cermin, cermin dari kehidupan itu sendiri. Mungkin banyak diantara kita yang masih ingat dengan dongeng Emperor's New Clothes atau Baju Baru sang Kaisar.  Seorang Kaisar yang senang berganti-ganti baju kebesaran suatu ketika ditipu dua orang penipu.  Mereka mengatakan bahwa pakaian yang akan mereka buat hanya bisa dilihat orang pintar dan cerdas.  Pada saat dipamerkan, seorang anak berteriak dan mengatakan bahwa sang Kaisar telanjang.  Tingkah laku anak-anak di warnet itu seakan menelanjangi kita semua akan tingkah laku kita sendiri.  Tinggal kini apakah kita akan jujur dengan apa yang terefleksikan dari cermin cermin kecil itu ataukah kita akan terus bersembunyi di balik sejuta satu dalih yang muncul dari ego dan pikiran kita sendiri. 

Children, little children
we've tried to do our best
we are, little children,
we make mistake like all the rest

Selasa, 10 April 2012

[Dunia Ghoib] Sihir dan Interaksi Energi bagian 1

Salah satu dosa besar yang bisa mencelakan pelakunya di dunia dan akhirat adalah sihir.  Sihir adalah sejenis interaksi energi.  Tidak speerti mukjizat, karamah ataupun maunah, sihir bisa dipelajari, dilatih dan dipraktekkan.  Namun, semua itu tentu ada persyaratan yagn harus dipenuhi dan harga yang harus dibayar.  Orang yang ingi menjadi ahli sihir harus merendahkan dirinya pada para jin yang akan membantunya selama mempraktekkan sihir.  Dengan kata lain, si kandidat penyihir itu harus menyesuaikan vibrasi energinya dengan para jin.  Energi manusia tidak memungkinkan untuk melakukan sihir.  Bahkan, ketidakmampuan manusia melakukan sihir sesungguhnya adalah bukti kemuliaannya sebagai makhluk yang dipilih sebagai khalifah di muka bumi.  Namun, ego dan hawa nafsu manusia yang selalu ingin dipuaskan menyebabkan sebagian manusia bersekutu dengan jin untuk memperoleh keingannnya melalui jalan sihir.  Kalau di Nusantara ini ada istilah pesugihan, maka di Barat ada istilah "sell your soul to the Devil".  Cara merendahkan diri dan vibrasi energi tersebut antara lain membaca mantra-mantra tertentu, menggunakan jimat, melakukan ritual sesat dan lain sebagainya.  Dengan melakukan hal-hal tersebut, seorang calon ahli sihir telah merendahkan dirinya menjadi budak para jin tersebut. "Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (Al-Jin 72:6)

Salah satu kisah para tukang sihir yang paling terkenal dalam sejarah adalah kisah para tukang sihir Firaun saat berhadapan dengan nabi Musa.  Para tukang sihir tersebut adalah bagian yang paling penting dalam pemerintahan firaun.  Merekalah yang membuat rakyat menganggap Firaun sebagai Tuhan sehingga untuk urusan gaji, tunjangan dan kesejahteraan tentu saja mereka dapat yang paling banyak dan paling menyenangkan.  Namun, sesudah dikalahkan oleh Nabi Musa, melalui mukjizat beliau yang terjadi atas izin Allah SWT, para tukang sihir itu pun tunduk.  Mereka juga menyatakan keimanan mereka pada Allah SWT dan mengakui Musa AS sebagai Nabi. Mereka pun sama sekali tidak takut pada ancaman Firaun. 

Apakah yang menyebabkan mereka serta merta meninggalkan profesi paling bergengsi dalam pemerintahan Firaun tersebut, meninggalkan semua fasilitas mewah yang disediakan dan dengan gagah berani menghadapi hukuman mengerikan yang ditimpakan pada mereka? Di luar faktor hidayah yang memang merupakan hak prerogatif Allah SWT, ada faktor penting yang bisa menjadi motivasi mereka meninggalkan profesi terkutuk tersbut.  Saat berhadapan dengan Nabi Musa, mereka menyadari bahwa yang ditunjukkan Nabi Musa adalah benar mukjizat dan bukanlah sihir.  Mereka bisa merasakan perbedaan energi antara mukjizat Nabi Musa dan sihir mereka sendiri.  Biasanya, orang-orang yang menjadi ahli sihir adalah mereka yang peka terhadap perubahan energi, baik faktor bakat ataupun karena latihan.  Pengunduran diri para ahli sihir tersebut sangat mengguncangkan dan menggoyahkan kekuasaan dan kepercayaan diri Firaun. Ditambah lagi beragam bencana mengerikan yang melanda Mesir, Firaun pun tidak punya pilihan lain kecuali membiarkan Bani Israil meninggalkan negerinya. 

Ironisnya, kaum Bani Israil yang dibela Nabi Musa malah melestarikan sihir tersebut.  Sebagian dari mereka ada yang diam-diam membawa catatan-catatan ilmu sihir tersebut saat meninggalkan negeri Mesir.  Tentu dalam keadaan terburu-buru hendak melarikan diri keluar dari Mesir, Nabi Musa dan Nabi Harun tidak akan sempat melakukan razia terhadap catatan-catatan sihir tersebut.  Mereka harus segera keluar dari Negeri Mesir sebelum Firaun berubah pikiran.  Dan benar memang, setelah beberapa Bani Israil berjalan cukup jauh dari Mesir, Firaun pun memerintahkan tentaranya mengejar mereka.  Allah SWT pun memberikan pertolonganNYa hingga Nabi Musa, Nabi Harun dan Bani Israil selamat menyebarangi laut Merah sementara Firaun dan para tentaranya tenggelam di sana.

Keengganan Bani Israil untuk mengikuti Musa dan Harun serta mental terjajah mereka mulai terlihat saat mereka minta dibuatkan patung untuk disembah. Saat dalam perjalanan, mereka melihat sekelompok orang sedang menyembah berhala dan meminta Musa membuatkan bagi mereka berhala yang serupa.  Nabi Musa sangat marah mendengar permintaan itu. Marahnya seorang Rasul semata-mata karena Allah. Marah karena Tuhannya yang Mahasuci, dan dia cemburu kalau Tuhannya dipersekutukan oleh kaumnya! Maka,diamelontarkan perkataan yang sangat cocok untuk menampik permintaan yang aneh itu.   “Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” (QS. Al-A’raf: 138).  Musa a.s. masih menerangkan kepada kaumnya akan buruknya akibat permintaan mereka itu, dengan menjelaskan akibat buruk yang bakal menimpa kaum yang melihat-lihat sedang menyembah berhala-berhala itu yang hendak mereka ikuti.  “Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akal batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 139).  Musa AS pun dengan tegas menolak permintaan tersebut dengan berkata “Musa menjawab, ‘Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. Al-A’raf: 140).  Namun sayang, bukannya belajar dari teguran Nabi Musa, mereka malah terus berusaha mencari Tuhan selain Allah SWT. Saat Musa AS pergi ke gunung Sinai untuk menerima wahyu, kaumnya malah membuat patung anak sapi yang serupa dengan salah satu dewi pagan Mesir, Hathor.  Setelah selasai dibuat mereka pun bersuka ria, menari berputar-putar dan melampiaskan hawa nafsu mereka.  Akibat perbuatan dosa tersebut, Bani Israil pun selama bertahun-tahun hidup dalam penindasan bangsa-bangsa penyembah berhala seperti Assyiria, Babylonia dan Persia.  Kehidupan mereka menjadi berat dan mengenaskan, lebih dari saat ditindas Firaun di Mesir.  Mereka pun makin jauh tenggelam dalam kesesatan sehingga makin banyak diantara mereka yang menekuni dan mendalami ilmu-ilmu sihir.

Saat Nabi Sulaiman berkuasa sebagai seorang Raja, beliau melarang segala macam bentuk sihir.  Semua kitab sihir disita dan dikuburkan di bawah singgasana beliau sehingga jika ada setan dari golongan jin yang ingin mengambilnya, dia akan mati terbakar.  Selain faktor mukjizat, singgsana yang setiap hari diduduki Nabi Sulaiman tentu mengalami interaksi energi dengan pemiliknya.  Vibrasi energi di singgasana tersebut dan di ruangan tempatnya berada tentu tidak akan kondusif bagi makhluk-makhluk jahat bervibrasi energi rendah seperti jin.  Namun, sesudah Nabi Sulaiman wafat, para tukang sihir di kalangan Bani Israil dengan bantuan kaum jin, bisa mengambil kembali catatan-catatan sihir tersebut dan mengembangkan ilmu sihir di kalangan mereka.  Sihir warisan bangsa Mesir Kuno tersebut dikembangkan sehingga menjadi cikal bakal ajaran Kabbalah, ajaran mistik kaum Bani Israil, yang hingga kini masih dipelajari sebagian kaum Yahudi. 

Bersambung

Jumat, 30 Maret 2012

SURAT TERBUKA UNTUK PARA KANDIDAT PESERTA PILKADA DKI 2012

Bapak-bapa sekalian, sebentar lagi bapak-bapak semua akan berlaga di ajang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2012 ini.  Tentu saja Bapak-bapak sekalian sudah mengetahui bahwa sesungguhnya kekuasaan itu adalah amanah dan tanggung jawab disamping tentu saja merupakan nikmat dan anugerah.  Kekuasaan adalah juga merupakan ujian dan fitnah yang sangat berat.  Sebagaimana semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang menerpa, bagitu pula kekuasaaan.  Kekuasaan juga bisa menjadi bumerang yang akan menghancurkan pemegangnya sebagainya telah dibuktikan dalam rentang sejarah yang amat panjang.  Bahkan, bukan tidak mungkin kekuasaan itu adalah caraNya menghinakan dan menghancurkan para penguasa seperti Firaun, Namrudz dan banyak tiran lainnya.

Bapak-bapak sekalian, kota Jakarta ini telah lama menjelma menjadi SODOM DAN GOMORAH moderen yang dipenuhi dengan dosa, maksiat, dendam dan kejahatan.  Bangunan-bangunannya seperti MENARA BABEL yang angkuh menentang kekuasaan Tuhan.  Dalam bangunan-bangunan itu, segala macam kejahatan seperti perzinaan, korupsi, manipulasi dan sebagainya terjadi.  Tuhan hanya disembah sebentar di ruang-ruang tertentu nan suci sementara setelah itu dihina, dilecehkan dan dicampakkan ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari.  Banyak diantara bangunan-bangunan megaproyek itu hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kaya berharta melimpah.  Entah halal entah haram yang penting mereka mampu dan mau membayar segala fasilitas tersebut.  Sedangkan untuk mereka yang miskin dan lemah ekonomi, silakan hanya memandang penuh rasa iri dan dengki pada mereka yang bisa menikmati surga dunia seperti itu.  Bahkan, banyak diantara mereka yang kehilangan tempat tinggal dengan ganti rugi yang tidak memadai. 

Apakah bapak-bapak sekalian mengetahui bahwa korupsi dan manipulasi telah menjadi penyakit kronis yang menjangkiti seluruh lapisan masyarakat.  Budaya merusak itu bukan hanya di kalangan pejabat saja namun juga sudah dilakukan para office boy dan orang-orang suruhan.  Mereka seringkali meminta para operator fotocopy atau warnet untuk membuatkan bon kosong agar dapat diisi sendiri jumlahnya sesuai dengan keinginan.  Lumayan untuk membeli rokok, cemilan atau minuman ringan tanpa harus mengurangi gaji atau uang makan.  Mereka sama sekali tidak peduli jika kantor atau tempat mereka bekerja harus menanggung beban keuangan yang lebih berat daripada yang seharusnya.  Mereka juga tidak peduli apabila si operator yang terpaksa membuat bon kosong itu tertekan batinnya dan tersiksa hati nuraninya oleh perasaan bersalah yang sangat dalam.  Entah karena egoisme dan ketamakan sudah mengusai jiwa mereka atau karena memang sudah apatis dengan kehidupan yang serba sulit ini. 

Pemalsuan dokumen pun sudah tidak terhitung lagi banyaknya.  Sertifikat yang seharusnya menjadi bukti bahwa seseorang itu kompeten dalam melakukan suatu pekerjaan ternyata sangat mudah dipalsukan.  Di warnet atau rental yang menyediakan jasa pengetikan, banyak orang meminta untuk dibuatkan sertifikat-sertifikat palsu seperti itu.  Mereka sangat berambisi mendapatkan dokumen-dokumen palsu seperti itu demi mendapatkan pekerjaan.  Entah karena mereka memang terpaksa karena harus bertahan hidup atau memang tergiur akan besarnya penghasilan yang bisa didapat dari pekerjaan tersebut.  Mereka lupa bahwa sertifikat itu hanyalah selembar kertas tak berguna apabila orang yang namanya tercantum tidak kompeten sama sekali.  Tidak mengherankan apabila jalan-jalan banyak yang rusak, jembatan banyak yang ambruk dan entah berapa banyak lagi kerusakan dan kehancuran yang telah, sedang dan akan terjadi.  Slip gaji palsu pun dengan mudah bisa dibuat agar si pembuat bisa mengambil kredit motor atau barang-barang yang lain.  Perkara nanti yang mengambil kredit terpaksa berurusan dengan debt kolektor atau ngemplang sekalian, itu bisa diatur belakangan.  Ini bisa diatur, itu urusan belakang memang ciri khas bangsa Indonesia yang lucu namun tidak lucu ini.  Padahal yang katanya bisa diatur belakangan itu sama sekali tidak sederhana, bahkan bisa jadi sangat rumit dan mengerikan.  Sangat amat mengerikan.   

Tulisan ini hanyalah sedikit gambaran dari manusia-manusia yang akan Bapak-Bapak sekalian pimpin, bimbing dan ayomi.  Sungguh tidak sulit untuk meraup suara dari orang-orang seperti itu.  Asal ada cukup dana, kaos dan merchandise untuk dibagi-bagi, serta korlap yang terampil mengendalikan massa, hal itu sudah cukup.  Tebarkan saja pesona dan sensasi serta  janji-janji manis setinggi langit seluas bumi.  Biarkan mereka mabuk kesenangan saat pesta demokrasi berlangsung serta menikmati uang lelah atas kesediaan mereka memeriahkan kampanye yang Bapak-Bapak selenggarakan.  Dan, suara pun akan mengalir memenuhi pundi-pundi politik Bapak-Bapak sekalian sehingga muluslah jalan menuju tahta dan kekuasaan.  Itulah mekanisme demokrasi di negeri yang rakyatnya sama sekali tidak siap untuk berdemokrasi.   Masalah dan perjuangan sebenarnya baru dimulai saat ada diantara Bapak-Bapak yang sudah berhasil meraih kekuasaan.  Janji-janji surgawi yang telah ditebarkan tentu harus dipenuhi, meskipun para pemilih yang pendek ingatan serta mudah dikelabui mungkin tidak ingat lagi. 

Surat ini adalah ungkapan keprihatinan seorang rakyat kecil yang mengalami sendiri penderitaan batin akibat kecurangan dan korupsi yang terjadi persis di depan mata kepalanya.  Surat ini bukan untuk mengajak pembacanya untuk "Golput" atau tidak menjatuhkan pilihan pada para kandidat tersebut.  Namun, juga bukan untuk mendukung salah satu calon.  Tidak lebih hanya untuk interospeksi, baik untuk para penulisnya atau siapapun yang membaca. 

Sabtu, 24 Maret 2012

Mewaspadai budaya korupsi

Korupsi, siapa di Indonesia yang tidak pernah mendengar kata ini? rasanya hampir bisa dipastikan tidak ada.  Kita semua merasakan dampak negatif dari budaya yang buruk ini. Korupsi memang sudah menjadi budaya di berbagai kalangan, baik pemerintah ataupun swasta.  Betapa banyaknya anggaran yang terserap habis oleh proyek-proyek fiktif atau kegiatan-kegiatan mubadzir yang tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawabannya.  Betapa besar selisih antara jumlah yang tertera di kwitansi dengan jumlah uang yang sebenarnya diterima atau dipergunakan.  Sehingga, banyak orang mengutuk para pengusa dan aparat pemerintah yang korup dan lebih suka menumpuk kekayaan daripada mengurusi rakyatnya sendiri. Baik melalui musik dan lagu, demonstrasi ataupun di berbagai situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.  Namun, semua kritikan, kecaman dan caci maki nan pedas itu hanya dianggap seperti angin lalu.  Para koruptor itu terus menerus mengeruk keuntungan dan menumpuk kekayaan tanpa peduli pada apapun di sekitar mereka. 

Korupsi yang dilakukan para penguasa beserta aparat pemerintahannya telah menjatuhkan negeri yang kaya ini ke dalam jurang keterpurukan yang sangat dalam.  Keterpurukan itu membuat semakin banyak rakyat yang terjebak dalam kemiskinan dan keterbelakangan.  Kemiskinan dan keterbelakangan membuat banyak orang jadi frustasi serta apatis hingga mereka pun menghalalkan segala cara.  Korupsi kecil-kecilan, sogok menyogok dan pemalsuan beragam dokumen menjadi jalan pintas yang mereka tempuh untuk mendapatkan pekerjaan atau tambahan penghasilan. 

Seorang office boy misalnya, bisa saja meminta nota kosong kepada kios fotocopy langganannnya agar dia bisa me-mark up jumlah uang yang akan diganti oleh kantor tempat dia bekerja.  Jika perlu, dia membagi sebagian hasil mark-up itu dengan sang operator fotocopy sebagai uang "tutup mulut". Sehingga, pengeluaran kantor pun menjadi lebih banyak daripada yang seharusnya dan beban keuangannya menjadi semakin berat.  Demikian pula seorang supir bisa pula me-mark up uang bensin yang akan dia tagihkan ke bagian keuangan kantor tempatnya bekerja.  Lumayan, bisa dapat uang tambahan untuk sekedar beli rokok atau minuman ringan tanpa mengurangi gaji atau uang makan.  Sisanya, itu sih urusan belakangan.  Maka, jika supir dan office boy saja bisa melakukan korupsi seperti itu, bagimana lagi dengan mereka yang lebih tinggi jabatannya?

Pemalsuan ijazah dan sertifikat pun seringkali bisa dilakukan di rental komputer atau warnet.  Sebagian warnet memang ada yang membuka jasa pengetikan dengan mengenakan beban biaya tertentu per lembar.  Terkadang, ada saja oknum pelamar kerja yang minta dibuatkan ijazah atau sertifikat palsu.  Ditambah stempel palsu dan sedikit uang pelicin, muluslah jalan si pelamar kerja untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan impiannya.  Perkara nanti ada yang celaka karena hasil pekerjaan pekerja yang tidak memenuhi syarat, itu urusan belakangan.  Sehingga, tidak mengherankan apabila jalan-jalan di berbagai kota di negeri ini cepat sekali rusak atau ada jembatan yang ambruk karena konstruksinya dibuat oleh orang berkompetensi asal-asalan. 

Mental korup yang terbentuk dari budaya korupsi yang merajalela itu pada akhirnya membuat rakyat jatuh dalam cengkraman para penguasa yang korup pula.  Di musim pemilu dan pilkada, sudah merupakan rahasia umum betapa mudahnya meraup suara masyarakat hanya dengan membagi-bagi lembaran uang 20 atau 50 ribu rupiah.  Mumpung ada pemilu atau pilkada, mereka pun berlomba meraih uang sogok, kaos atau sembako sebagai bentuk money politic dari kandidat yang hendak berlaga di ajang politik tersebut.  Perkara nanti menderita di bawah kekuasaan yang zalim dan korup selama 5 tahun, itu urusan belakang.  Yang penting nikmati dulu rezeki nomplok yang dibagi-bagikan itu.  Pada akhirnya, kenyataan pahit ini membuat kita bertanya-tanya, siapakah koruptor yang sesungguhnya? Para pemimpinkah atau rakyat itu sendiri.  Sulit untuk mencari jawabannya karena memang lingkaran setan budaya korupsi itu telah terbentuk sejak lama. 

Referensi: Tarbiyah Finansial, Dwi Suwiknyo